Rabu, 09 November 2011

MAKALAH WARALABA


BAB I
PENDAHULUAN
A.               Latar Belakang                                                             
 Mengingat tajamnya kompetisi dan luasnya skala persaingan dewasa ini, apalagi di era globalisasi, go public merupakan jalan terbaik untuk mempertahankan kelangsungan bahkan meningkatkan skala perusahaan. Dalam situasi persaingan, yang tidak lagi berskala nasional, tetapi sudah memasuki tataran global, maka perusahaan yang masih dikelola secara privat atau malah dikelola oleh keluarga tidak dapat diandalkan lagi untuk dapat ikut bermain. Modal dan jaringan pemasaran yang dimiliki oleh perusahaan privat sangat terbatas, kalau tidak mau dikatakan sangat kecil. Di samping itu, kemajuan teknologi informasi telah memaksa konsumen bersikap kritis. Bukan tidak mungkin suatu saat konsumen akan melakukan tindakan yang merugikan perusahaan yang tidak go public seandainya opini masyarakat sudah terbentuk untuk menilai bahwa perusahaan yang go public adalah perusahaan yang lebih memperhatikan masyarakat.                                                                                                              Kita mungkin sudah sering mendengar istilah go public pada bagian berita keuangan atau finansial di media televisi atau di koran-koran. Menurut buku panduan Klinik go public dan Investasi dari Bursa Efek Jakarta, pengertian go public adalah kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk menjual sahamnya kepada masyarakat luas, berdasarkan tata cara yang diatur oleh undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Dalam bahasa Indonesia yang baku, arti dari go public adalah penawaran umum.                                                                                       Suatu perusahaan memilih go public karena berbagai alasan. Pada umumnya para pemilik perusahaan melihat ada beberapa keuntungan yang didapat apabila perusahaan tadi menjual sahamnya ke masyarakat. Keuntungan yang didapat antara lain, perusahaan dapat menerima dana yang besar langsung sekaligus, tidak bertahap. Keuntungan kedua adalah masyarakat yang memasukkan penyertaan atau kepemilikan biasanya tidak berminat untuk masuk ke dalam manajemen, sehingga kepentingan mayoritas pemilik perusahaan bisa berjalan stabil dan terkendali. Keuntungan ketiga adalah pembagian deviden berdasarkan keuntungan. Jika perusahaan mencetak laba, baru deviden dibagikan, jika tidak, perusahaan tidak wajib membagikannya. Keuntungan keempat adalah gengsi. Perusahaan yang go public memiliki tingkat prestisius yang tinggi dimata masyarakat luas karena perusahaan go public dituntut untuk bersikap lebih transparan sehingga berkesan lebih profesional.                                                                                                                  Salah satu alternatif untuk memperoleh sumber dana yang dibutuhkan oleh perusahaan yang manghadapi kendala dalam masalah terbatasnya dana atau modal untuk mengembangkan usahanya adalah dengan go public, yaitu dengan mencatatkan saham di pasar modal (listing). Perusahaan yang telah terdaftar di bursa dan saham perusahaan telah mulai diperdagangkan di pasar sekunder, maka perusahaan tersebut akan selalu berusaha meningkatkan kinerja perusahaan dengan tujuan untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan harga saham di bursa efek, sebab bagi perusahaan yang telah menjual saham ke masyarakat luas (go public), indikator nilai perusahaan adalah harga saham yang telah diperjual belikan. Perusahaan yang go public adalah perusahaan yang sudah menjual sahamnya ke masyarakat umum (hin, 2002:15). Di Indonesia istilah perusahaan go public di sebut sebagai perusahaan terbuka (Tbk). Jika harga saham meningkat dapat dikatakan bahwa kinerja perusahaan semakin baik.
B.   Rumusan Masalah                                                                                        
     Berdasarkan latar belakang  yang telah diuraikan di atas maka masalah dapat dirumuskan sebagai  berikut:                                                                       
       1. Apa penyebab waralaba di Indonesia bermasalah?              
       2. Mengapa franchise diusulkan menjadi go public?
C.    Tujuan Penulisan                                                                         
   Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah:                                     
1. Untuk mengetahui penyebab waralaba di Indonesia bermasalah.                        
2. Untuk mengetahui alasan franchise diusulkan go public

 BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
a.     Makna Go Public
            Menurut Drs. Peter Salim dalam “The Contemporary English-Indonesian Dictionary” edisi kedua 1986 halaman 1524 mendefinisikan istilah go public sebagai berikut: “Go public adalah menawarkan saham atau obligasi untuk di jual kepada umum untuk pertama kalinya”.
Perusahaan yang sebelum menjual saham kepada masyarakat disebut perusahaan tertutup (private Company) sedangkan perusahaan yang sudah menjual sahamnya ke masyarakat disebut perusahaan terbuka atau perusahaan public (public listed company).
Perusahaan publik di Indonesia sejak tahun 1996, banyak yang mulai mengubah nama perusahaan dengan menambahkan kata Tbk di belakang nama yang lama. Tbk berarti terbuka. Misalnya: “PT Buana Finance Indonesia” menjadi “PT Buana Finance Indonesia Tbk”. Perubahan nama perusahaan public dengan menambahkan kata “Tbk” di belakang nama yang lama adalah sesuai dengan Undang-undang Perseroan terbatas (UUPT) No.1/1995.Banyak perusahaan di Indonesia maupun di luar negeri, menjual obligasi kepada masyarakat tetapi perusahaan tersebut tidak di sebut perusahaan publik atau tidak dikatakan perusahaan tersebut go public. Misalnya PT PLN yang banyak menerbitkan obligasi tidak disebut perusahaan publik/terbuka.
Dengan demikian istilah go public hanya digunakan untuk penawaran umum saham tidak termasuk obligasi. Jadi,uraian di atas, istilah go public dapat di definisikan sebagai berikut: “Go public adalah kegiatan menawarkan saham perusahaan untuk di jual kepada publik untuk pertama kalinya.”
b.    Proses Go Public
Keputusan untuk going public atau tetap menjadi perusahaan privat merupakan keputusan yang harus dipikirkan masak-masak. Jika perusahaan memutuskan untuk going public dan melempar saham perdananya ke public (Initial Public Offering, IPO), isu utama yang muncul adalah tipe saham apa yang akan di lempar, berapa harga yang akan ditetapkan untuk selembar sahamnya dan kapan waktunya yang paling tepat.
Tahapan proses go public, dibagi menjadi 4 tahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan
         Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah semua kegiatan yang harus di lakukan sebelum mengajukan pendaftaran ke Bapepam:
a.             Persetujuan pemegang saham melalui RUPS;
Perubahan anggaran dasar perseroan agar sesuai dengan anggaran dasar perusahaan public (Seperti: peningkatan modal dalam perseroan, penentuan nilai nominal saham).
b.            Penunjukan penjamin pelaksana emisi (lead underwriter);
c.             Penunjukan lembaga dan profesi pasar modal  (seperti: akuntan public, konsultan hukum, Penilai, Biro administrasi efek, Notaris);
d.            Mengadakan perjanjian pendahuluan dengan bursa efek untuk mencatatkan saham perseroan guna diperdagangkan di pasar sekunder;
e.             Perjanjian pendahuluan penjaminan emisi efek (preliminary underwriting agreement).
2. Tahap Pemasaran
Sebelum suatu calon perusahaan public dapat memasarkan penawaran umum sahamnya (marketing), maka terlebih dahulu harus mengajukan pernyataan pendaftaran go public kepada Bapepam. Perusahaan bisa melakukan langkah public expose. Yang merupakan tindakan pemasaran kepada masyarakat dengan mengadakan pertemuan untuk mempresentasikan kinerja perusahaan, prospek usaha, resiko, dsb. Sehingga timbul daya tarik pemodal untuk membeli saham yang di tawarkan.
3. Tahap Penawaran Umum
a.             Menerbitkan prospectus ringkas di 2 media cetak yang berbahasa      Indonesia;
b.            Penyebaran prospectus lengkap;
c.             Penyebaran FPPS ( Formulir Pemesanan Pembeli Saham);
d.            Menerima pembayaran;
e.             Penyerahan surat kolektif saham.
4. Tahap Perdagangan di Pasar Sekunder
Tahap ini meliputi tahapan melakukan pendaftaran ke bursa efek untuk mencatat sahamnya sesuai dengan perjanjian pendahuluan pencatatan yang telah di setujui. Dengan tercapainya persetujuan pencatatan antara kedua belah pihak, maka pihak emiten dapat melakukan pembayaran biaya pencatatan (listing fee).
c.      Persyaratan Go Public di Bursa Efek Indonesia
Persyaratan untuk Go Public di Bursa efek Indonesia, yaitu:
1.      Perusahaan berbentuk perseroan terbatas (PT);
2.      Mempunyai usaha riil yang tidak dilarang oleh undang-undang yang ada di    Indonesia;
3.      Telah beroperasi minimal 1 tahun;
4.       Perijinannya (surat-surat) lengkap;
5.       Telah membayar pajak;
6.      Mempunyai aktiva berwujud bersih seperti gedung, tanah, pabrik, mesin,  kendaraan dan lain-lain, minimal sebesar 5 miliar rupiah;
7.      Dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan;
8.      Mempunyai sertifikat AMDAL ( untuk pabrik ) dan Ecolabelling          (ramah lingkungan) untuk industri kehutanan;
9.      Laporan keuangan harus diaudit dan memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian (WTP);
10.   Khusus calon emiten yang bidang usahanya memerlukan ijin pengelolaan seperti jalan tol, penguasaan hutan, harus memiliki ijin tersebut minimal 15 tahun;
11.   Khusus calon emiten bidang pertambangan harus memiliki ijin pengelolaan yang masih berlaku minimal 15 tahun, memiliki minimal 1 kontrak kerja atau kuasa pertambangan atau surat ijin penambangan daerah, minimal salah satu anggota direksinya memiliki kemampuan teknis dan pengalaman di bidang pertambangan, dan calon emiten sudah memiliki cadangan terbukti ( Proven deposit) atau yang setara;
12.  Pernyataan pendaftaran emisi telah dinyatakan efektif oleh Bapepam-LK.
d.    Keuntungan dan Kerugian Go Public                                                       
    Go Public berarti menjual saham perusahaan ke para investor dan membiarkan saham tersebut diperdagangkan di pasar saham.  Sebagai contoh, PT Indofood, PT Aneka Tambang, Indosat, dan masih banyak perusahaan lainnya yang sudah menjadi go public.                                                       Adapun keuntungan dari Perusahaan yang go public adalah:
1.      Perusahaan dapat meningkatkan Likuiditas dan memungkinkan para pendiri perusahaan untuk menikmati hasil yang mereka capai. Dan semakin banyak investor yang membeli saham tersebut, maka semakin banyak modal yang diterima perusahaan dari investor luar;
2.      Para pendiri perusahaan dapat melakukan diversifikasi untuk mengurangi resiko portofolio mereka;
3.      Memberi nilai suatu perusahaan. Suatu perusahaan dapat dinilai dari harga saham dikalikan dengan jumlah lembar saham yang dijual dipasaran;
4.      Perusahaan dapat melakukan merger ataupun negosiasi dengan perusahaan lainnya dengan hanya menggunakan saham;
5.      Meningkatkan potensi pasar. Banyak perusahaan yang merasa lebih mudah untuk memasarkan produk dan jasa mereka setelah menjadi perusahaan go public atau Tbk.
Tetapi harus kita ketahui juga bahwa ada kerugian dari Perusahaan yang go public yaitu:
1.      Laporan Rutin
Setiap perusahaan yang go public secara periodik harus membuat laporan kepada Bursa Efek Indonesia, bisa saja per kuartal atau tahunan, tentu saja untuk membuat laporan tersebut diperlukan biaya.
2.      Terbuka
Semua perusahaan go public pasti transparan dan sangat mudah untuk diketahui oleh para kompetitornya dari segi data dan managementnya.
3.      Keterbatasan kekuasaan Pemilik
Para pemilik perusahaan harus memperhatikan kepentingan bersama para pemegang saham, tidak bisa lagi melakukan praktek nepotisme, kecurangan dalam pengambilan keputusan dan lainnya, karena perusahaan tersebut milik publik.
4.      Hubungan antarinvestor
Perusahaan terbuka harus menjaga hubungan antara perusahaan dengan para investornya dan di informasikan mengenai perkembangan dari perusahaan tersebut.
5.      Mematuhi Peraturan Pasar Modal yang Berlaku                              Pasar modal memang menerbitkan berbagai peraturan. Namun semua ketentuan tersebut pada dasarnya justru akan membantu perusahaan untuk dapat berkembang dengan cara yang baik di masa mendatang. Para pemegang saham, pendiri dan manajemen perusahaan tidak perlu khawatir dengan berbagai pemenuhan peraturan tersebut karena cukup banyak pihak yang dapat dimanfaatkan jasanya untuk membantu.
e.      Pengertian Waralaba, Franchisor, dan Franchisee                             
       Waralaba atau Franchising (dari bahasa Prancis untuk kejujuran atau kebebasan) adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa maupun layanan. Sedangkan menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba ialah suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.                         
Selain pengertian waralaba, perlu dijelaskan pula apa yang dimaksud dengan franchisor dan franchisee.
a)            Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.
b)            Franchisee atau penerima waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.
f.      Jenis-Jenis Waralaba
Waralaba dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a)            Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi.
b)            Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba.
g.     Biaya Waralaba
Biaya meliputi:
a)            Ongkos awal, dimulai dari Rp. 10 juta hingga Rp. 1 miliar. Biaya ini meliputi pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik waralaba untuk membuat tempat usaha sesuai dengan spesifikasi franchisor dan ongkos penggunaan HAKI.
b)            Ongkos royalti, dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba operasional. Besarnya ongkos royalti berkisar dari 5-15 persen dari penghasilan kotor. Ongkos royalti yang layak adalah 10 persen. Lebih dari 10 persen biasanya adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran yang perlu dipertanggungjawabkan.
h.    Waralaba di Indonesia
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya.
Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:
1.      Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba;
2.      Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba;
3.      Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten;
4.      Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;
5.      Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba di Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut.
Perkembangan waralaba di Indonesia, khususnya di bidang rumah makan siap saji sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha kita yang berkedudukan sebagai penerima waralaba (franchisee) diwajibkan mengembangkan bisnisnya melalui master franchise yang diterimanya dengan cara mencari atau menunjuk penerima waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan sistem piramida atau sistem sel, suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi. Ada beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba & License Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise Indonesia).
Ada beberapa konsultan waralaba di Indonesia antara lain IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG Consulting, JSI dan lain-lain. Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia yang secara berkala mengadakan roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya nasional antara lain International Franchise and Business Concept Expo (Dyandra),Franchise License Expo Indonesia ( Panorama convex), Info Franchise Expo ( Neo dan Majalah Franchise Indonesia).
B. Analisis Masalah
a.  Penyebab Waralaba di Indonesia Bermasalah.
Komite Waralaba dan Lisensi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan 60% waralaba yang berpraktik di dalam negeri bermasalah, sehingga pihaknya meminta pemerintah segera menertibkan usaha franchise. Ketua Komite Tetap Waralaba dan Lisensi Kadin Indonesia Amir Karamoy mengatakan data itu berdasarkan jumlah penerima waralaba (terwaralaba) yang bangkrut, karena menanamkan modalnya di bisnis waralaba yang tidak bertanggung jawab.
Amir mengatakan bahwa ada sekitar 800 merek waralaba di Indonesia, dan 60% di antaranya bermasalah. Franchisor (pemberi waralaba) dalam praktiknya tidak seperti diharapkan, sehingga dispute (sengketa) terjadi. Karena itu diminta agar bisnis waralaba lebih ditata.
Kadin Indonesia meminta pemerintah segera menertibkan usaha waralaba, karena yang dirugikan kebanyakan investor skala kecil. Karena banyaknya praktik yang bermasalah di bisnis waralaba, Amir mengatakan saat ini pemilik modal mesti teliti memilih merek waralaba, sehingga bisa mendapatkan hasil seperti yang diharapkan.
Beberapa faktor penyebab kegagalan waralaba yang paling utama adalah kegagalan meraih target penjualan yang memadai, hal ini biasanya karena tempat usaha yang kurang strategis. Faktor-faktor lainnya antara lain adalah kurangnya support dari penjual franchise kepada franchisee misalnya dalam dukungan promosi, manajemen dan lain-lain sehingga terkesan franchisee berjalan sendirian, dan ada juga yang mengatakan karena naiknya harga bahan baku dan inflasi yang berimbas pada lemahnya daya beli masyarakat secara umum. Selain itu, faktor yang tak kalah pentingnya adalah “mindset” franshisee/ pembeli waralaba yang berfikir bahwa membeli waralaba itu artinya tinggal terima untung saja dan “terlalu mengharapkan” franchisor yang bekerja, atau telalu berharap pada sistem yang bekerja.
Untuk menekan waralaba bermasalah, diharapkan ada kewajiban bagi satu perusahaan yang akan menjalankan bisnis franchise sebagai perusahaan terbuka lebih dulu. Kadin Indonesia juga mengharapkan pemerintah agar mendorong perusahaan besar dan BUMN untuk berekspansi dalam sistem waralaba. Alasannya, perusahaan besar memiliki latar belakang modal dan pengetahuan serta pengalaman bisnis yang baik sehingga terwaralaba lebih terjamin.
b.    Alasan Franchise Diusulkan Menjadi Go Public
Saat ini, yang paling ramai bisnis yang di-franchise-kan adalah di bidang bisnis makanan, maklumlah, karena makanan adalah merupakan kebutuhan paling pokok manusia, dan semua manusia perlu makan. Oleh karena itulah bermunculan franchise yang bergerak dibidang makanan ini, seperti yang berasal dari luar negeri antara lain : McDonnald, KFC, Dunkin Donuts, dan lain-lain. Sedangkan yang dari lokal antara lain : RedCrispy, Andrew Crepes, Bakmi Raos dan lain-lainnya. Selain franchise yang produknya berupa makanan, juga ada franchise yang produknya berupa non makanan dan jasa, misalnya di bidang pendidikan, pengantaran barang, salon, busana dan lain-lain.
Waralaba adalah sebuah pilihan yang menarik bagi pebisnis pemula, karena waralaba memungkinkan anda menanamkan uang dalam sebuah sistem yang sudah mapan, telah dicoba dan teruji, dan terbukti keberhasilannya. Namun bagi pebisnis yang sudah malang melintang di dunia wirausaha, mungkin tawaran waralaba sudah tidak begitu menarik lagi.
Franchise diusulkan menjadi go public karena berbagai alasan. Pada umumnya perusahaan yang telah go public, perusahaannya akan memiliki keuntungan yang didapat antara lain, perusahaan dapat menerima dana yang besar langsung sekaligus, tidak bertahap. Keuntungan kedua adalah masyarakat yang memasukkan penyertaan atau kepemilikan biasanya tidak berminat untuk masuk ke dalam manajemen, sehingga kepentingan mayoritas pemilik perusahaan bisa berjalan stabil dan terkendali. Keuntungan ketiga adalah pembagian deviden berdasarkan keuntungan. Jika perusahaan mencetak laba, baru deviden dibagikan, jika tidak, perusahaan tidak wajib membagikannya. Keuntungan keempat adalah gengsi. Perusahaan yang go public memiliki tingkat prestisius yang tinggi dimata masyarakat luas karena perusahaan go public dituntut untuk bersikap lebih transparan sehingga berkesan lebih profesional. 
Meskipun waralaba juga memiliki kerugian, tetapi Anang berharap pemerintah tetap memberi perhatian pada usaha kecil dan menengah yang berpotensi menjad iusaha waralaba unggulan. Hal ini mengingat bisnis makanan cepat saji skala dunia seperi McDonald's dan KFC juga berawal dari skala kecil.

0 komentar:

 

This Template Is Available On Me, Myself and Time - RSS icons by ComingUpForAir